Jumat, 14 September 2012

Menjadi Pengajar dalam Persekutuan Umat Tuhan

Bahan Pembacaan: Bahan KRT GKP Rabu 19 September 2012
Yakobus 3:1 “Saudara-saudaraku, janganlah banyak orang di antara kamu mau menjadi guru; sebab kita tahu, bahwa sebagai guru kita akan dihakimi menurut ukuran yang lebih berat.”

Rasul Yakobus telah sangat prihatin tentang perilaku orang-orang yang berada dalam persekutuan umat Allah dan menyebut diri mereka Kristen. Yakobus sudah berbicara tentang lidah dalam Pasal pertama di mana ia memberi kami nasihat harus cepat untuk mendengar dan lambat dalam berbicara. Kemudian di Pasal 1:26  “Jikalau ada seorang menganggap dirinya beribadah, tetapi tidak mengekang lidahnya, ia menipu dirinya sendiri, maka sia-sialah ibadahnya.” Khawatir dengan bahaya lidah kita yang memiliki kecenderungan untuk segera mengungkapkan apa yang saat itu ada dalam pikiran kita, ia menyarankan bahwa kita harus mengekang itu.
Kenapa sih, kita harus begitu khawatir tentang pengendalian lidah kita? Yakobus memberi kita jawaban dalam ayat pertama dari pasal ketiga. Hal ini karena manusia, dan terutama guru iman, lebih ingin menjadi seorang pengajar daripada belajar. Kadang-kadang kita melihat ada lebih banyak yang mengajarkan agama hari ini daripada orang yang sungguh-sungguh mau belajar. Segera setelah seseorang mendengar beberapa khotbah, ia merasa telah menjadi seorang teolog yang siap mengkritik pendeta dan mengajar orang lain dalam hal teologi. Pada zaman dahulu ilmu yang dipelajari paling mendalam dan paling sulit dari semua ilmu adalah ilmu teologi, dan universitas pertama didirikan untuk tujuan mengajar pelajaran ini. Sekarang dengan mendengar beberapa kalimat dalam Alkitab orang dapat membuat orang Kristen membusungkan dada dan membuatnya percaya bahwa ia adalah seorang guru yang sudah layak dalam persekutuan umat Allah. Ini adalah satu bentuk penipuan-diri-sendiri dan sebentuk kemunafikan yang ingin diperingatkan oleh Yakobus. Kita sebaiknya tidak berpura-pura bahwa kita tahu lebih banyak daripada yang sesungguhnya dalam persekutuan umat Allah. Memang, tentu saja, ini bukan untuk mengatakan bahwa Tuhan tidak dapat menggunakan orang-orang dengan sedikit pengetahuan. Allah tetap menggunakan manusia dalam keterbatasan mereka, tapi salah menurut Yakobus kalau seseorang menganggap dirinya adalah seorang guru padahal ia sendiri menyadari bahwa sebenarnya tidak. Suatu hari seorang pengkhotbah terpelajar disambut oleh pengkhotbah yang tidak berpendidikan yang membenci pendidikan. “Pak, anda seorang lulusan perguruan tinggi, ya?” “Ya, Pak,” jawabnya. “Saya bersyukur,” jawab pendeta yang tidak terpelajar itu, “bahwa Tuhan membuka mulut saya meskipun saya tidak belajar apapun.” “Memang pernah terjadi”, jawab pendeta yang belajar, “terjadi dalam waktu Bileam, ketika keledainya bisa berbicara dalam tuntunan Tuhan, tetapi hal-hal tersebut semakin jarang terjadi saat ini. Mungkin anda adalah salah satu kejadian langka.”
Tampaknya bahwa pada gereja awal, kesempatan diberikan kepada orang-orang beriman yang berkumpul bersama-sama untuk ibadah untuk berdiri dan memberikan kesaksian atau nasihat. Banyak yang berpikir bahwa kesaksian dan ibadah adalah sesuatu yang baru, tapi sebenarnya tidak. Hal itu sama tuanya dengan Gereja itu sendiri. Kebebasan berbicara dan berekspresi menjadi salah satu ciri dalam ibadah Kristen awal. Tapi, seperti yang sering terjadi, kebebasan itu dahulu dan sampai saat ini masih sering disalahgunakan. Ada saja beberapa orang yang bangkit dan, bukannya memberikan perkataan kesaksian atau nasihat, menguasai percakapan secara keseluruhan. Tentu saja, jika perkataannya ini disajikan dengan baik dan dimaksudkan untuk peneguhan dari orang-orang yang mendengarnya dan tidak bertentangan dengan contoh dan kehidupan dari orang yang berbicara itu sendiri mungkin tidak akan ada yang keberatan. Tetapi jika niat dari perkataannya adalah kepuasan dari naluri “pamer”, maka, bahkan jika apa yang dikatakannya itu baik, hal itu dikutuk oleh James. Niat adalah sesuatu yang penting dalam semua kegiatan kita, apalagi yang berkaitan dengan Injil. Jika seseorang harus berdiri di tengah-tengah jemaat untuk tujuan menarik perhatian pada dirinya sendiri, bukan kepada Kristus, mungkin lebih baik bagi dia kalau tetap duduk. Persekutuan umat Allah dapat berjalan tanpa orang tersebut. Alangkah kita perlu menjadi seperti seorang tukang sapu di India yang sering membuat orang berkerumun saat ia memberitakan Injil. Suatu hari seorang pejalan kaki berkata dengan nada mencemooh dia, “Mengapa orang-orang berkumpul dengan begitu hormat hanya untuk mendengarkan seorang tukang sapu?” “Ketika Juruselamat masuk ke Yerusalem di atas seekor keledai,” jawab tukang sapu itu, “orang-orang menaruh jubah dan baju mereka di bawah kaki keledai itu. Bukan demi keledai itu, tapi karena Raja segala Raja yang naik di atasnya. Ketika Kristus turun dari keledai, tak ada yang peduli lagi tentang keledai itu. Keledai dihormati selama Raja segala raja yang menggunakannya.” Begitu pula dengan kita. Saat kita berhenti rendah hati menjadi alat di tangan Tuhan untuk meneguhkan orang lain, kita tidak akan memberikan sukacita lagi bagi orang lain dan kepada Allah. Hal pertama yang kita harus perhatikan jika kita ingin menjadi pengajar di rumah Allah adalah motivasi kita, mengapa kita memiliki keinginan itu. Jika niatnya benar, Allah dapat memakai kita apakah kita berpendidikan atau tidak.
Kata kerja yang digunakan oleh Yakobus dalam teks Yunani aslinya cukup signifikan, yaitu gínesthe, yang dalam arti radikal atau ketika mengacu kepada orang berarti “memiliki keberadaan yang baru” Akan lebih akurat kalau kita menerjemahkannya sebagai kata kerja imperatif, “Jangan menjadi.” Pada masa para Rasul, seperti juga yang sering terjadi saat ini, mereka yang mengajarkan Firman Tuhan mengambil sikap bahwa sebagai guru mereka tidak dapat diajar oleh orang lain. Mereka pikir diri telah mencapai keadaan dimana orang lain harus mendengarkan mereka, dan bahwa mereka tidak perlu mendengarkan orang lain. Tidak diragukan lagi bahwa kita semua, bahkan orang percaya yang paling bodoh, mampu berbicara sepatah kata nasehat, kata-kata pengajaran. Tapi sebagaimana kita memberikan pengajaran kita kepada orang lain, mari kita mengizinkan orang lain untuk mengajar kita. Ketika menjadi guru kita tidak boleh kehilangan anggapan bahwa kita sendiri perlu diajar. Seorang pernah bercerita bahwa ia merasa geli suatu hari, saat ia menjamu seorang pengkhotbah yang brilian, dan mendengar dia berbicara tentang seorang rekan kerja-nya yang sepertinya menganggap dirinya sebagai orang keempat dari oknum dalam Trinitas. Hal itu memang keadaan yang sangat menyedihkan pikiran. Roh Kudus ingin semua orang yang telah lahir ke dalam persekutuan umat Allah untuk menjadi pengajar, tapi juga tidak pernah berhenti belajar. Pengajar yang tidak mau diajar pastilah seorang pengajar yang buruk, dan pengajar seperti itulah yang oleh Yakobus dikatakan bahwa sudah terlalu banyak. Semoga Tuhan melindungi kita dari sikap seperti! Adalah lebih baik untuk kita semua, yang membuka mulut kita untuk berbicara kepada orang lain tentang Kristus, untuk sebelumnya memeriksa diri kita sendiri. Di tahun 59 M, tidak lama setelah Paulus bertobat, ia menyatakan dirinya “tidak layak untuk disebut seorang rasul.” Kemudian dia bertumbuh dalam kasih karunia dan di tahun 64 M ia berseru, “Saya adalah yang terkecil dari antara semua orang kudus”, dan sesaat sebelum kematiannya, ketika ia telah mencapai kedewasaan dalam Kristus di tahun 65 M, pengakuannya, “Aku adalah orang yang paling berdosa.” Tidak heran ajaran Paulus masih terus hidup. Hai para pengajar, satu-satunya cara agar apa yang anda ajarkan bisa hidup setelah anda pergi adalah untuk bertumbuh dalam kerendahan hati. Kalau kita mau sederhanakan, apa yang Yakobus nyatakan adalah bahwa kita memiliki terlalu banyak pengajar yang bangga akan dirinya sendiri. Dia tidak mengatakan bahwa kita tidak harus memiliki banyak guru, tetapi bahwa kita seharusnya tidak memiliki guru yang bangga akan dirinya sendiri, karena motif dari guru yang bangga akan dirinya sendiri bukanlah mendidik orang percaya, melainkan keinginan untuk memamerkan pengetahuannya.
Rasul Paulus senada dengan Yakobus dalam apa yang dia katakan ke jemaat Korintus dalam 1 Korintus 14:26-34. Ayat 26 mengatakan: “Jadi bagaimana sekarang, saudara-saudara? Bilamana kamu berkumpul, hendaklah tiap-tiap orang mempersembahkan sesuatu: yang seorang mazmur, yang lain pengajaran, atau penyataan Allah, atau karunia bahasa roh, atau karunia untuk menafsirkan bahasa roh, tetapi semuanya itu harus dipergunakan untuk membangun.” Dengan kata lain, jika perkataan kita tidak membangun, lebih baik diam. Bukankan ini adalah aturan pengaman? Bukankah ini adalah prinsip menghormati Kristus dalam Injil? Jika kita benar-benar mentaatinya, kita akan memiliki gangguan, perkelahian dan bentrokan yang lebih sedikit antar pribadi dalam persekutuan sebagai umat Allah. Alangkah kacaunya ibadah Kristen di Korintus, dan di tempat lain, kalau semua orang berdiri untuk mengucapkan sepatah kata untuk Tuhan padahal itu sebenarnya untuk memamerkan dirinya sendiri. Jangan memiliki guru yang seperti itu, kata Yakobus. Mereka mempermalukan Kristus.
Perhatikan juga bahwa Yakobus menyebut mereka sebagai “saudara-saudaraku.” Seolah-olah dia berkata, “Saya harus menjaga juga, supaya saya juga jangan menjadi seorang pengajar yang tidak layak,  dan saya dengan mudah bisa juga mengajar karena saya ingin pamer, atau dengan tidak mempraktikkan apa yang saya ajarkan.”
Kenyataan bahwa Yakobus menganggap mungkin bahwa ia juga bisa menjadi guru yang sia-sia dan tidak konsisten jelas ditunjukkan oleh penekanan kata kita dan ia menggunakan kata kerja dalam ayat ini, “kita akan menerima.” Bagian kedua dari ayat ini berbunyi: “sebab kita tahu, bahwa sebagai guru kita akan dihakimi menurut ukuran yang lebih berat” Perhatikan bahwa ia tidak mengatakan “kamu akan dihakimi,” tetapi “Kita akan dihakimi”.
Apa yang akan terjadi dengan para guru itu? Kata Yunani yang digunakan adalah kríma, yang berasal dari kata kerja krínō, yang berarti, dalam hubungan dengan Allah, “memisahkan, membedakan”, Ia akan memisahkan orang-orang dari yang telah menjadi pengajar Firman-Nya dan akan menghakimi dengan standar jauh lebih ketat daripada orang Kristen lainnya. Penghukuman di sini tidak benar-benar berarti penghukuman ke dalam neraka abadi, keterpisahan kekal dari-Nya, melainkan perhitungan yang terpisah berdasarkan apa yang kita ajarkan dan bagaimana kita mengajarkannya. Karena kita mengasumsikan pentingnya posisi kepemimpinan dalam persekutuan umat Allah, akan ada tanggung jawab khusus dan lebih besar kepada Allah pada hari penghakiman. Bagaimana Roh menuntun kita, itulah panggilan yang kita ambil, bukan berdasarkan keinginan untuk membanggakan diri sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar