Jumat, 09 Januari 2015

Allah berbicara, Apakah manusia mendengarkan?

Seorang Irlandia yang bernama Kevin Sheenham dari Limerick di tahun 1955 membuat rekor untuk berbicara tanpa henti selama 133 jam. Rekor itu kemudian dipecahkan oleh Tim Harty dari Coon Rapid, Michigan di tahun 1975 dengan berbicara tanpa henti selama 144 jam. Sedangkan rekor berbicara tanpa henti untuk perempuan dipegang oleh Mrs. Mary E. Davis yang pada tahun 1958 mulai berbicara ketika ia ada di Buffalo, New York dan dia tidak berhenti berbicara sampai ia tiba di Tusla, Oklahoma dengan total waktu 110 jam dan 30 menit. Setiap kita pasti berbicara. Namun jelas tujuan kita berbicara bukanlah untuk memecahkan rekor. Berbicara dan mendengar tidaklah bertujuan demi berbicara atau mendengar itu sendiri. Tujuan yang benar dari komunikasi adalah saling memahami. Hanya karena seseorang merasa lebih baik setelah mereka “mengungkapkan apa yang ada dalam hati mereka”, atau di pihak lain, ada merasa bahwa mereka telah melakukan kewajiban mereka untuk mendengar apa yang diungkapkan oleh orang lain, hal itu tidak berarti bahwa kedua orang itu telah saling memahami. Ketika seseorang tidak saling memahami, kedua orang yang berbicara dan mendengar itu tidaklah benar-benar saling berkomunikasi, mereka hanya dua orang, yang satu berbicara dan yang lain mendengar, tetapi tanpa komunikasi. Tentu hal ini adalah sesuatu yang sangat disayangkan, ketika ada kata-kata yang banyak tanpa ada komunikasi karena tidak dihasilkan pemahaman. Allah tidak pergi dari manusia, tetapi Allah membangun kemunikasi dengan manusia. Kita tahu Ia mendengarkan perkataan dan doa kita, tetapi Ia bukan sekedar bertugas mendengar atau mendengar dengan terpaksa. Ia memperhatikan semua hal yang kita katakan. Bahkan kata-kata yang kita keluarkan sebagai “ungkapan hati kita”, ungkapan kekesalan kita, ungkapan kemarahan kita, ungkapan kesedihan kita, ungkapan teriakan minta tolong yang kita ucapkan. Tidak ada satu ungkapan atau perkataan yang keluar dari bibir kita yang tidak diperhatikan-Nya. Bahkan apa yang ada dalam hati kita diketahui-Nya. Dengan apa yang didengar-Nya itu, Allah memberikan pertolongan, penghiburan, janji, elusan lembut yang dapat dirasakan ketika kita membuka hati kita kepada-Nya. Allah juga tidak berhenti berbicara kepada kita, manusia ini, dengan satu tujuan yaitu kita mengenal Dia. Dengan mengenal Dia kita dimungkinkan ada dalam persekutuan dengan-Nya dalam kehidupan kita ini. Allah berkomunikasi dengan kita sehingga bukan hanya Dia memahami kita, tetapi kita juga mengenal dan memahami Dia. Dengan bermacam cara, Allah mencoba membangun komunikasi dengan kita. Pertama kita memiliki Kitab Suci yang menjadi kesaksian tentang bagaimana Allah yang menyingkapkan diri-Nya kepada kita. Melalui Kitab Suci, Allah berkomunikasi dengan kita dan menyingkapkan siapakah Dia, alangkah Dia mengasihi kita, karunia yang diberikan-Nya kepada kita, bagaimana kita dapat mengenal Dia, dan bagaimana hidup dalam kasih karunia-Nya. Di dalam Kitab Suci, kita juga akan menemukan gambaran kelimapahan hidup Allah yang diberikan-Nya kepada kita dan Ia ingin kita menikmati hidup dalam kelimpahan kasih karunia-Nya itu. Namun meskpun Kitab Suci adalah sesuatu yang agung, tetap Kitab Suci bukanlah bentuk komunikasi yang tertinggi dalam cara Allah berkomunikasi dengan manusia. Cara yang paling agung sebagai bentuk komunikasi Allah dengan manusia adalah penyingkapan pribadi-Nya di dalam Yesus Kristus. Alkitab menyatakan, “Setelah pada zaman dahulu Allah berulang kali dan dalam pelbagai cara berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantaraan nabi-nabi, maka pada zaman akhir ini Ia telah berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya, yang telah Ia tetapkan sebagai yang berhak menerima segala yang ada. Oleh Dia Allah telah menjadikan alam semesta. Ia adalah cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah dan menopang segala yang ada dengan firman-Nya yang penuh kekuasaan. (Ibrani 1:1-3)”. Allah berkomunikasi dengan kita tentang kasih-Nya dengan jalan menjadi salah seorang dari kita. Yohanes 1:14 “Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.” Ia berbagi kemanusiaan dengan kita. Ia berbagi penderitaan, pencombaan, kepedihan dan bahkan menanggung dosa kita di atas pundak-Nya. Ia mengampuni kesalahan seluruh manusia, dan menyediakan tempat bagi kita bersama-sama dengan-Nya di sebelah kanan Bapa. Nama-Nya adalah Yesus. Bahkan nama Yesus menggambarkan kasih Allah kepada kita. Nama Yesus berarti”Allah adalah keslamatan”. Nama lain yang diberikan kepada-Nya adalah Immanuel yang artinya Allah berserta kita. Yesus bukan hanya Anak Tunggal Bapa, tetapi juga adalah Firman Allah, yang menyingkapkan siapa itu Allah, yang adalah Bapa kita dan apa kehendak Allah bagi kita, yaitu agar kita menerima, kasih, karunia dan persekutuan dengan Dia. Kehendak Bapa adalah Yohanes 6:40 “Sebab inilah kehendak Bapa-Ku, yaitu supaya setiap orang, yang melihat Anak dan yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal, dan supaya Aku membangkitkannya pada akhir zaman." Allah itu sendiri telah mengambil inisiatif bagi kita supaya kita dapat mengenal-Nya. Dia mengundang kita untuk berkomunikasi dengan Dia di dalam doa, mendengar Kitab Suci dan dalam persekutuan dengan sesama kita. Dia telah mengenal setiap kita. Bukanlah ini saatnya kita mengenal Dia.