Jumat, 31 Agustus 2012

Manusia Rohani

Bahan Bacaan: Yohanes 3:1-21
Mungkin kita sering mendengar pandangan yang mengatakan bahwa orang Kristen hanyalah orang berdosa yang oleh karena kasih karunia Yesus menjadi selamat. Kesalah pahaman ini menimbulkan kerancuan dan keraguan mengenai identitas kita yang sebenarnya. Kalau kita tidak terlampau berbeda dengan orang lain, lalu mengapa kita selamat? Kalau kita ini orang berdosa, apa yang kita harapkan dalam perbuatan kita? Dosa! Berbuat dosa adalah perbuatan normal bagi orang berdosa.  Berusaha terus menerus berperilaku dengan sebuah cara yang tidak alami akan melelahkan orang. Itulah sebabnya kita harus mengetahui siapa kita.
Untuk mengerti keslamatan dengan tepat, kita harus tahu terlebih dahulu akan kebutuhan kita akan keslamatan. Kadangkala kita berfikir keslamatan yang kita butuhkan adalah pengampunan dari kesalahan kita. Keslamatan yang kita butuhkan bukanlah pengampunan. Kita perlu mengerti karya yang Yesus lakukan untuk mengerti keslamatan macam apa yang kita butuhkan. Dalam karya Yesus Kristus kita menemukan kuasa dalam kebangkitanNya dan kemampuan Allah untuk mengubah kita oleh kuasa itu. Kita mati bagi realita, oleh pekerjaanNya yang sudah selesai dan kita perlu percaya pada apa yang telah Ia selesaikan.
Bagi orang berdosa, apa yang mungkin orang berdosa butuhkan? Kita mungkin akan berkata kita butuh pengampunan dari dosa-dosa yang telah dilakukan. Apakah pengampunan yang diberikan akan menyelesaikan masalah? Seumpama kertas yang kotor dan setelah itu di tip-ex, dibuat menjadi putih lagi, apakah masalahnya akan selesai di sana? Masalahnya adalah yang pertama kertas itu akan menjadi kotor lagi oleh kotoran yang baru lagi. Kita membutuhkan pengampunan dari dosa yang terus menerus. Dan itulah yang dilakukan oleh hukum taurat. Ia memberikan penyelesaian jenis tip-ex, membersihkan kesalahan yang telah dilakukan, yang memungkinkan atau bahkan pasti akan dikotori lagi. Permasalahan yang ke dua dan yang lebih besar adalah penyelesaian dengan cara ini tidak bisa menyelesaikan masalah yang ke dua dari dosa yaitu upahnya, konsekuensinya. Upah dosa adalah maut. Dosa yang dimaafkan tidak menyelesaikan masalah upahnya. Seperti orang yang meskipun dilarang orangtuanya untuk makan namun tetap sering melanggar, maka upah dari makan berlebihan yaitu obesitas tetap muncul pada diri sang anak. Sang anak akan tetap mengalami obesitas meskipun misalkan ia datang kepada orangtuanya meminta maaf telah melanggar larangan orangtuanya. Ia telah mendapat pengampunan dari orangtuanya atas kesalahannya, namun efek dari pelanggaran itu masih melekat pada dirinya. Upah dosa masih melekat pada manusia yang melakukannya. Maut masih akan terjadi pada manusia.
Apa yang dibutuhkan olah orang yang mati? Apa yang dibutuhkan oleh jasad yang ada di dalam liang kubur? Hanya ada satu jawaban, kehidupan! “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia. Barangsiapa percaya kepada-Nya, ia tidak akan dihukum; barangsiapa tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah.” (Yohanes 3:16-18).
Dalam proses menghidupkan kita Allah membuat “kita” yang sama sekali baru. Bukan diubah penampakannya saja tetapi seumpama bayi yang dilahirkan. Dilahirkan ulang. Diri kita yang lama mati dan kehidupan yang baru dikaruniakan kepada kita. “Jawab Yesus: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah. Apa yang dilahirkan dari daging, adalah daging, dan apa yang dilahirkan dari Roh, adalah roh. Janganlah engkau heran, karena Aku berkata kepadamu: Kamu harus dilahirkan kembali. Angin bertiup ke mana ia mau, dan engkau mendengar bunyinya, tetapi engkau tidak tahu dari mana ia datang atau ke mana ia pergi. Demikianlah halnya dengan tiap-tiap orang yang lahir dari Roh.” (Yohanes 3:5-8).
Allah mengambil manusia lama kita, si pendosa, yang barasal dari daging, keturunan Adam, menyalibkannya bersama Kristus, mematikannya sekali untuk selamanya. Bersama kebangkitan Kristus, membangkitkan kita, menciptakan kita yang baru, si orang kudus, manusia rohani, anak-anak Allah. Kelahiran baru inilah yang memberikan identitas yang baru bagi kita.

Rabu, 29 Agustus 2012

Cara Tuhan, Cara Manusia?


Pada suatu hari empat orang anak mendekatai Nasarudin dan memberikannya se-tas penuh kenari. "Tuan, kami tak dapat membagi kenari ini secara merata. bisakah kau membantu kami?"
Nasarudin bertanya, "Kalian ingin pembagian cara Tuhan atau cara manusia?"
"Pembagian cara Tuhan," Jawab anak-anak itu.
Nasarudin membuka tas itu dan memberikan dua genggam kenari kepada satu anak, satu genggam kepada yang lain, dua biji kenari pada yang ketiga dan tidak memberikan apa-apa pada anak ke empat.
"Pembagian macam apa ini?" tanya anak-anak yang bingung.
"Yah,beginilah pembagian dengan cara Tuhan," jawab Nasarudin, "Dia memberikan beberapa orang secara banyak, yang lain sedikit dan beberapa yang lain tidak diberi apa-apa. Kalau kalian ingin pembagian cara manusia, aku akan memberikan jumlah yang sama pada kalian semua."

Memang cara Tuhan tak mudah dipahami dan tak mudah diterima oleh cara manusia, tapi mungkin cara itulah yang paling benar. "Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." (Yeremia 29:11)

Rayuan dari Kekasih, Siapakah yang Menanggapi?

Bahan Bacaan: Kidung Agung 2:1-17 (bahan bacaan GKP, Rabu 29 Agustus 2012)
STANZA PERTAMA
SOPRANO
8              Dengarlah! Kekasihku!
Lihatlah, ia datang,
melompat-lompat di atas gunung-gunung,
meloncat-loncat di atas bukit-bukit.
9              Kekasihku serupa kijang,
atau anak rusa.
Lihatlah, ia berdiri di balik dinding kita,
sambil menengok-nengok melalui tingkap-tingkap dan melihat dari kisi-kisi.
10           Kekasihku mulai berbicara kepadaku:
STANZA KE DUA
TENOR
"Bangunlah manisku, jelitaku,
marilah!
11           Karena lihatlah, musim dingin telah lewat,
hujan telah berhenti
dan sudah lalu.
12           Di ladang telah nampak bunga-bunga,
tibalah musim memangkas;
bunyi tekukur terdengar di tanah kita.
13           Pohon ara mulai berbuah,
dan bunga pohon anggur semerbak baunya.
STANZA KE TIGA
Bangunlah, manisku, jelitaku,
marilah!
14           Merpatiku di celah-celah batu,
di persembunyian lereng-lereng gunung,
perlihatkanlah wajahmu,
perdengarkanlah suaramu!
Sebab merdu suaramu
dan elok wajahmu!"
STANZA KE EMPAT
CHORUS
15           Tangkaplah bagi kami rubah-rubah itu,
rubah-rubah yang kecil, yang merusak kebun-kebun anggur,
kebun-kebun anggur kami yang sedang berbunga!
STANZA KE LIMA
SOPRANO
16           Kekasihku kepunyaanku, dan aku kepunyaan dia
yang menggembalakan domba di tengah-tengah bunga bakung.
17           Sebelum angin senja berembus
dan bayang-bayang menghilang,
kembalilah, kekasihku, berlakulah seperti kijang,
atau seperti anak rusa di atas gunung-gunung tanaman rempah-rempah!

Bagian yang menjadi inti pada ayat-ayat ini adalah ayat 10b-14. Ada undangan yang diucapkan oleh sang jejaka yang mengajak sang gadis untuk ikut bersamanya dan keluar untuk menemuinya. Sang gadis menyanyikan sebuah pembukaan dalam bagian yang dinyanyikannya (Ayat 8-10a)   dan menyimpulkan bagian ini dengan jawaban sang jejaka dengan kata-kata yang menguatkan dengan meyakinkan dia bahwa mereka berdua saling memiliki dan bahwa sang jejaka dapat mencintainya sampai fajar menjelang (ayat 16-17).
bagian Kidung Agung ini harus kita lihat sebagai rayuan sang jejaka dan tanggapan positif dari sang gadis. Kita tidak bisa mengartikan bagian ini sebagai percakan yang menjadi milik dari suami istri, bagian penyerahan jiwa raga (pernikahan) baru kita temukan pada pasal 4:16-5:1. Bagian ini menggambarkan pentingnya kata-kata dalam sebuah hubungan kasih antara seorang laki-laki dan perempuan. Bagi sang jejaka, dia harus mendapatkan perasaan dan kesetiaan sang gadis, dia harus menyentuh jiwa sang gadis dengan kata-katanya. Kidung Agung tidak hanya bercerita tentang seksualitas dan tubuh dari sang jejaka dan sang gadis, namun juga tentang kata-kata yang penuh kelembutan dan penuh perasaan. Usaha untuk menyentuh sang gadis dengan kata-kata dan bahwa sang gadis tidak mungkin dijangkau sang jejaka dengan sesuka hati adalah sebuah indikasi tentang satu konsep yang cukup mendominasi dalam Kitab Kidung Agung, yaitu konsep ke-perawanan. Dalam budaya Israel Kuno, seorang perawan tidak mungkin didekati oleh seorang jejaka dengan mudah. Sang jejaka harus berusaha meyakinkan sang gadis untuk membuka hatinya bagi sang jejaka dengan kata-kata rayuan cinta. Tanggapan sang gadis atas undangan sang jejaka dan ia yang balik mengundang sang jejaka menunjukan keinginan sang gadis pula untuk merespon sang jejaka. Sang jejaka telah membangkitkan rasa cinta yang saat itu telah matang dan ada di hati sang gadis. Namun harap di catat, bahwa ini baru sebuah undangan. Teksnya tidak menunjukan bahwa telah ada hubungan yang lebih jauh dari kata-kata.
Untuk lebih memahami Kidung Agung mungkin struktur Kiastik ini dapat membantu:
Judul (1:1)
A    1. Chorus dan Soprano: Pembukaan (1:2-4)
B      2. Soprano: Pendidikan bagi perawan 1 (1:5-6)
C          3. Soprano dan Chorus: menemukan sang kekasih (1:7-8)
D              4. Tenor, chorus dan Soprano: bagian pertama dari ungkapan kasih (1:9-2:7)
E                  5. Soprano dan tenor: ajakan untuk pergi (2:8-17)
F                      6. Tiga nyanyian malam pernikahan
Fa                         6a. soprano: kegalauan hati mempelai perempuan (3:1-5)
Fb                         6b. chorus: mempelai perempuan menemui mempelai laki-laki (3:6-11)
Fc                          6c. tenor: kecantikan mempelai perempuan (4:1-5)
G                        7. Soprano, tenor dan chorus: penyerahan jiwa raga (4:16-5:1)
F`                      8. Tiga nyanyian malam pernikahan
Fa`                        8a. soprano, tenor dan chorus: kepedihan mempelai perempuan (5:2-8)
Fb`                        8b. chorus dan soprano: mempelai perempuan menemukan kembali mempelai laki-laki (5:9-6:3)
Fc`                         8c. tenor dan chorus: kecantikan mempelai perempuan (6:4-10)
E`                         9. Soprano, chorus dan tenor: meninggalkan masa kanak-kanak (6:11-13)
D`                    10. Tenor dan soprano: bagian kedua dari ungkapan kasih (7:1-8:4)
C`                 11. Chorus dan soprano: merebut sang kekasih (8:5-7)
B`            12. Chorus dan soprano: pendidikan bagi perawan 2 (8:8-12)
A`     13. Tenor, chorus dan soprano: salam perpisahan (8:13-14)

Pesan Kitab Kidung Agung

Dalam salah satu bagian dalam film “Fligh of the Phoenix” ada sebuah kalimat yang diucapkan salah seorang penumpang yang tengah dalam perdebatan tentang perlunya memperbaiki pesawat mereka yang rusak akibat jatuh di pelosok gurun di Mongolia. Kalimat itu berkata “Menurutku orang Cuma perlu satu hal dalam hidup ini, ia hanya perlu orang untuk dikasihi. Kalau kau tak bisa memberikan itu, berilah mereka sesuatu untuk mereka harapkan. Dan kalau kau juga tak bisa memberikan itu, berilah mereka sesuatu yang bisa mereka kerjakan.”
Cinta adalah penggerak sejati bagi kemanusiaan, bahkan bagi kehidupan itu sendiri. Tanpa cinta apa artinya menjadi manusia, dan bahkan apa artinya hidup. Tema cinta-lah yang menjadi pokok dalam Kitab Kidung Agung, salah satu kitab paling menarik, namun juga yang sulit dipahami dan sering di salah mengerti.
Kitab ini memiliki kesatuan struktur dalam bentuk kiastik, berisi dialog antara laki-laki dan perempuan yang saling mengungkapkan perasaan cintanya. Dalam Kidung Agung, Pasal 4:16-5:1 menjadi bagian tengah dari struktur kiastik tersebut dan terdiri dari 13 lagu terpisah (Kanto) yang dinyanyikan oleh penyanyi solo pria dan solo wanita dan sebuah bagian chorus dalam tiap lagunya. “Soprano” adalah bagian yang dinyanyikan perempuan, “Tenor” adalah bagian yang dinyanyikan oleh laki-laki dan chorus-nya oleh putri-putri Yerusalem.
Pesan yang dikandung dalam teologi Kitab Kidung Agung lebih dari sekedar menyatakan bahwa cinta kasih dan seks itu baik namun juga beberapa hal lain.
-          Kitab ini menolak pandangan kaum asketis. Seksualitas tidaklah secara moral buruk atau sesuatu yang bertentangan dengan kekudusan. Cinta seksual adalah sesuatu yang indah dan memperkaya kehidupan manusia. Realitas dasar seks, sebagaimana kita temukan dalam tulisan Jerome dan Agustinus, memang memperlihatkan bagaimana perempuan dan terutama laki-laki berjuang mengatasi nafsu dan perselingkuhan. Dalam hal ini, Kitab Kidung Agung tidak diam. “Taruhlah aku seperti meterai pada hatimu, / seperti meterai pada lenganmu, / karena cinta kuat seperti maut, / kegairahan gigih seperti dunia orang mati, nyalanya adalah nyala api, seperti nyala api TUHAN!” (Kidung Agung 8:6). Cinta menuntut dengan kuat dan menuntut kesetiaan mutlak untuk sang kekasih. Pernikahan harus benar-benar monogami. Namun Kidung Agung tidak membenarkan secara moral atau mengubah larangan terhadap perzinahan. Sebaliknya, gairah cinta yang menuntut kesetiaan juga merupakan perisai untuk kesetiaan. Untuk mencoba untuk hidup tanpa gairah cinta bukan hanya membuat manusia putus asa tanpa harapan, namun hal itu juga tidak bijaksana, tidak alkitabiah, dan justru membuka pintu untuk nafsu yang sangat keras berusahan keluar. Dalam Kitab Kidung Agung, gairah cinta yang tepat adalah perlindungan terhadap gairah yang salah.
-          Cinta romantis. Kidung Agung dipenuhi dengan gairah dan keinginan akan cinta dari awal sampai akhir. Bahwa ekspresi dari gairah cinta mungkin menjadi perhatian bagi para pendeta abad pertengahan apalagi yang secara khusus berbicara mengenai payudara dan paha. Orang abad pertengahan diperintahkan untuk menjaga nafsu di bawah kendali, yang ideal adalah orang yang bisa melakukan hubungan seksual dengan istrinya tanpa gairah dan hanya demi prokreasi (penciptaan manusia lain dalam perintah Allah). Gairah cinta adalah apa yang dirayakan oleh Kidung Agung. Meskipun referensi untuk tindakan seksual tidak banyak ditemukan dan biasanya tidak secara langsung. Namun keinginan cinta dari pasangan untuk pasangannya cukup banyak, meskipun juga tidak langsung atau terselubung. Pernikahan adalah bagian pusat dan inti dari Kitab Kidung Agung (Psl 4:16-5:1). Apa yang Kidung Agung coba sampaikan adalah dasar dan keindahan dari sebuah pengalaman suami istri mengalami hasratnhya yang saling dipanaskan satu sama lain. Kidung Agung mencapai sesuatu yang tidak bisa dibayangkan oleh budaya Kristen abad pertengahan dan tidak dapat dicapai secara berseni oleh budaya modern dan postmodern: seorang pria dan wanita yang menjaga hasrat untuk satu sama lain dalam konteks moralitas konvensional.
-          Moralitas Seksual. Kidung Agung tidak menetapkan sebuah aturan untuk kehidupan seksual manusia atau bahkan secara eksplisit berbicara tentang hal tersebut, tapi ini tidak berarti bahwa tidak ada pandangan moral yang meresapi kitab ini. Seksualitas dalam Kidung Agung adalah monogami dan heteroseksual. Pada kenyataannya, monogami heteroseksual adalah dasar untuk semua sukacita dalam Kidung Agung. Kasih dalam Kidung Agung ini jelas monogami. Perempuan itu bagi sang lelaki adalah “dindaku, pengantinku” (misalnya, Psl 5:1). Dia adalah bunga bakung, semua wanita lainnya adalah duri (Psl 2:2). Di antara enam puluh permaisuri, delapan puluh selir, dan para dara yang tak terhitung jumlahnya, "merpatiku" sempurna dan satu-satunya (Psl 6:8-9; semua yang disebutkan itu adalah perbandingan, diantara banyak wanita, hanya satu yang dipilihnya. Lelaki ini tidak mengatakan bahwa ia memiliki permaisuri, selir, dan pacar yang lain). Untuk sang wanita, pria itu adalah “kekasihku” dan satu-satunya “yang dicintai jiwaku” (mis: Psl 1:7, 5:10). Dia adalah sebuah pohon apel, semua laki-laki lain hanya pohon-pohon di hutan (Psl 2:3). Dia adalah yang terbaik di antara sepuluh ribu orang (Psl 5:10). Paling kuat, sang wanita itu menyatakan, "kekasih saya adalah milikku dan aku miliknya" (mis, Psl 2:16). Untuk mengabaikan semua ini sebagai sebuah rayuan kosong dan hanya kata-kata manis (seperti ketika seorang pria yang memiliki beberapa pacar berkata kepada salah satu dari mereka, “Kau satu-satunya gadis untukku!”) adalah menjadi sebuah sinisme yang ditolak oleh  Kidung Agung itu sendiri. Kidung Agung menggambarkan cinta yang ideal dan sempurna, ketika seorang kekasih yang diidam-idamkan mengekspresikan pengabdian mutlak antar mereka satu sama lain, kita bisa berasumsi bahwa mereka bersungguh-sungguh mengucapkannya.
-          Kelembutan sebagai Cara Memelihara Hubungan. Banyak penafsir berusaha untuk menggali Kidung Agung untuk menemukan petunjuk tentang bagaimana memiliki hubungan dalam rumah tangga yang baik. Kita  bisa menemukan gambaran cinta yang ideal dan melihat bagaimana dua kekasih saling memperlakukan satu sama lain sebagai sesuatu yang berguna dalam hubungan pernikahan. Ucapan kasih sayang menyiratkan seberapa besar pentingnya ungkapan yang diucapkan dalam kelembutan jika kita menghendaki cinta untuk berkembang. Ungkapan kasih dalam Kidung Agung bukanlah aktivitas fisik belaka, sering kata-kata yang memuji tubuh dari sang tercinta adalah kasih sayang itu sendiri. Menggunakan kata-kata untuk menyatakan keintiman dan memuji adalah sesuatu yang diperlukan dan merupakan bagian dari kegembiraan cinta. Kita dapat menemukan bagian lain yang menunjukkan cita-cita praktis tentang hubungan seksual. Pasal 1:5 menunjukkan bahwa kecantikan, sebagaimana ditentukan oleh budaya kontemporer, dapat menyesatkan. Membandingkan Psl 1:10-11 dengan 1 Petrus 3:3 memungkinkan kita untuk sampai pada pandangan yang seimbang tentang kelayakan perhiasan untuk wanita. Petrus mengatakan bahwa perhiasan nyata keindahan wanita adalah kehidupan yang saleh, dan ia menolak daya tarik pakaian yang indah. Kidung Agung menunjukkan bahwa perhiasan dapat meningkatkan kecantikan seorang wanita dan bahwa ada kalanya perhiasan tepat diberikan kepada seorang wanita yang dicintai. Tidak diragukan lagi bahwa baik Kidung Agung maupun 1 Petrus sama-sama benar. Kidung Agung 1:13 menunjukkan bahwa perhiasan yang paling indah untuk kecantikan seorang wanita adalah cinta dari suaminya.
-          Kegembiraan yang Singkat di Bawah Matahari. Lelaki dan perempuan dalam Kidung Agung masih muda. Tubuh mereka yang sempurna: mata yang indah, rambut hitam, kulit keemasan, dan giginya masih utuh (Psl 4:2). Pemuda itu melompat di bukit-bukit seperti rusa (Psl 2:9). Pipi wanita muda itu memiliki ciri kemudaan (Psl 6:7). Mereka adalah pemula dalam hal cinta dan seksualitas. Masa-masa ini adalah masa-masa yang mulia, indah, dan berlalu dengan cepat, sebagaimana musim semi yang digambarkannya (Psl 2:10-13). Kita tidak dapat membaca Kidung Agung tanpa kesadaran bahwa saat bersukaria dalam cinta masa muda memang saat yang singkat. “Bersukarialah, hai pemuda, dalam kemudaanmu, biarlah hatimu bersuka pada masa mudamu, dan turutilah keinginan hatimu dan pandangan matamu, tetapi ketahuilah bahwa karena segala hal ini Allah akan membawa engkau ke pengadilan! Buanglah kesedihan dari hatimu dan jauhkanlah penderitaan dari tubuhmu, karena kemudaan dan fajar hidup adalah kesia-siaan.” (Pkh 11:9-10). Kidung Agung memanusiawikan perintah Kohelet itu. Hidup ini singkat, hari-hari kita di bawah matahari hanya sedikit, dan waktu di mana kita memiliki kemudaan itu berlalu dengan cepat. Sang lelaki dan perempuan muda dalam Kidung Agung telah menggunakan waktu mereka dalam kemuliaan di bawah matahari. Dalam Kidung Agung, cinta dan kematian sama kuatnya: “Karena cinta yang kuat, seperti maut. / kegairahan gigih, seperti dunia orang mati” (Psl 8:6). Mungkin cukup mengejutkan ketika kita menemukan kematian pada bagian akhir sebuah puisi cinta dalam Kidung Agung. Meskipun kematian dan dunia orang mati dalam Kidung Agung pada dasarnya adalah ilustrasi dari kekuatan cinta, namun hal itu juga mengingatkan bahwa setiap kali bersumpah setia dalam keabadian, mereka melakukannya dengan kesadaran bahwa suatu hari nanti salah seorang dari mereka akan menguburkan kekasih mereka. Namun justru karena ini-lah mereka memiliki lebih banyak alasan untuk membuat musim semi yang singkat itu menjadi agung. “Kami akan bersorak-sorai dan bergembira karena engkau, kami akan memuji cintamu lebih dari pada anggur! Layaklah mereka cinta kepadamu!” (Psl 1:4)!
-          Mengalami Perasaan Penuh Kehangatan. Hubungan cinta antara lelaki dengan perempuan, mengekspresikan kebutuhan mendasar dari jiwa manusia, sejenis transformasi dalam jiwa. Cinta romantis mengubah manusia dari ketidak bahagiaan ke dalam pengalaman tranformatif. Orang yang dalam cinta akhirnya berani untuk memberi tanpa takut disakiti atau dikhianati. Orang yang dalam cinta akhirnya akan mengalami apa artinya sukacita, mempercayai, dan kepenuhan dalam hidup. C. S. Lewis dalam Weight of Glory mengatakan “Seorang lelaki mungkin mencintai seorang perempuan dan tidak mendapatkannya, namun jatuh cinta akan menjadi sebuah fenomena yang aneh sekali dalam dalam sebuah dunia tanpa seks” (h. 6). Perasaan hangat oleh cinta, mengungkapkan sesuatu yang mendasar tentang diri kita, tentang dunia ini dan tentang Allah.  Kita bisa merasakan pengalaman dalam kehangatan ini mungkin ketika membaca puisi, ketika menyaksikan matahari tenggelam, atau pada saat seorang laki-laki dan seorang perempuan menyadari bahwa mereka ternyata saling mencintai. Pada saat itulah kita memahami bahwa ada sesuatu di luar kita yang mampu menjawab kebutuhan dalam hati kita yang mungkin tidak dapat kita ucapkan atau tidak kita sadari. Hati kita akhirnya menemukan apa yang dinantikannya yaitu kebebasan untuk membuka dirinya pada Kebaikan yang akan mengubah kita, tanpa kehilangan diri kita. Perasaan kehangatan ini menjadi analogi yang mudah bagi kita bagi pengalaman berjumpa dengan Tuhan; saat-saat penuh kasih karunia.

Kamis, 23 Agustus 2012

Latar Belakang Surat 1 Yohanes.

Ketika surat 1 Yohanes ditulis, telah ada komunitas Yohanin (pengikut Yohanes). Mereka terdiri atas beberapa gereja rumah di kota Efesus dan sekitarnya. Dalam komunitas tersebut, ada dua kelompok pemahaman yang pemahaman iman dan penerapan tindakan etisnya bukan hanya belum sepenuhnya kristiani, bahkan cenderung menyimpang, selain dari kelompok yang tetap memegang ajaran yang benar. Ada yang meninggikan gambaran tentang Yesus sehingga merendahkan gambaran tentang hukum, dan yang lain merendahkan gambaran tentang Yesus sehingga meninggikan gambaran tentang hukum. Kelompok Yahudi-Kristen sulit menerima ke-mesias-an Yesus, dan hukum Taurat dijunjung tinggi. Pemahaman seperti ini memiliki beberapa kesamaan pandangan dengan sekte Yahudi yang disebut Kaum Ebionit. Kelompok Kriten-Yunani masih terpengaruh oleh sistem keslamatan Yunani yang berdasarkan pada pemahaman dualistik (“Gnostik”). Mereka sulit menerima kemanusiaan Yesus, sehingga karya Yesus di salib bukanlah sesuatu yang penting, bahkan dianggap bukanlah sesuatu yang nyata bagi mereka. Pemahaman yang demikian ini dekat dengan apa yang kemudian disebut sebagai kaum Doketis.
Namun bisa dikatakan, penyimpangan iman ini justru disebabkan oleh pemahaman mereka yang tidak menyeluruh dari pengajaran yang terdapat dalam Injil Yohanes itu sendiri.
Misalkan ada pemahaman dalam kelompok mereka yang mengatakan bahwa mereka itu tanpa dosa, tidak mungkin berdosa karena  mereka percaya pada Yesus, bagaimanapun tindakan dan kehidupan mereka. Hal ini mungkin diakibatkan oleh karena kesalah pahaman mereka bahwa berdosa adalah tanda ketidakpercayaan (Band. Yohanes 8:31-47). Penulis mengingatkan bahwa dosa itu nyata, harus diakui keberadaannya, sehingga karya pengorbanan Yesus di kayu salib itu menjadi nyata dan bahwa dunia ini membutuhkan penyelamatan dari dosa melalui Kristus (Pasal 1:7,9; 2:1). Klaim yang lain adalah yang dikutip langsung dari Injil Yohanes bahwa mereka yang mengenal Allah, tinggal di dalam Yesus dan berjalan di dalam terang. Meskipun klaim ini memang benar bila mereka adalah orang percaya yang sejati, namun penulis  1 Yohanes menunjukan bahwa klaim mereka ini tidak memiliki dasar dalam hidup mereka karena hidup mereka yang menyimpang dalam tingkah laku, karena mereka mengabaikan hidup-yang-terpusat-pada-Yesus yang menjadi isi dari iman dan kehidupan orang percaya yang hidup dalam kasih (Pasal 2:5-6, 10).  
Bagi musuh-musuhnya yang menyimpang, baik yang terpengaruh pemahaman Yahudi maupun yang terpengaruh pemahaman Yunani, penulis 1 Yohanes memberikan pemahaman Kristologi yang lebih seimbang. Bagi yang membesarkan kemanusiaan Yesus dengan dasar perkataan Yesus “Bapa lebih besar dari aku” (Yohanes 14:28), penulis menekankan bahwa Yesus itu ada sebelum segala sesuatu ada, kudus dan akan kembali dalam kemuliaan pada akhir jaman (1 Yoh 2:13-14, 20, 28-29; 3:2,3,5,7; 5:20). Bagi para mantan orang kafir yang sangat menekankan keilahian Kristus (dengan dasar dari ayat ayat seperti Yoh 10:25-38), penulis menekankan kembali kemanusiaan Yesus, yang kehidupan dan kematianNya adalah sungguh-sungguh terjadi dan nyata (1 Yoh:2:6; 4:2, 9, 17; 1:7-9; 2:2, 12; 3:5, 8, 16; 4:10). Untuk kedua kelompok penulis memberikan gambaran Kristologi yang menjaga ketegangan tentang kebenaran bahwa Yesus adalah satu dengan Allah namun juga satu dengan manusia (Psl 1:1-4; 2:22-23; 5:1).
Kesalahan etis yang timbul dari kesalaham pemahaman ini kemudian diluruskan dengan mengingatkan kembali dengan mengungkapkan lagi masalah kasih, namun dengan sebuah kesadaran yang lebih mendalam dan personal (Psl 2:7-8), kasih itu bukan sesuatu yang dimiliki namun adalah esensi dari keberadaan manusia yang hidup dalam terang. Perintah Kristus tentang kasih tidak dapat dipisahkan dari iman mereka dan berlaku bagi seluruh manusia. Penulis menawarkan sebuah etika yang yang mengkombinasikan perintah (3:11 “Kita harus saling mengasihi”) dengan sebuah pernyataan (4:19 “Kita mengasihi karena Allah terlebih dahulu mengasihi kita”).
Penulis juga menekankan karakter “pengorbanan” dari peristiwa kematian Yesus (1 Yoh 1:7; 2:2; 3:16; 4:10), yang dalam Injil Yohanes fungsi penembusan dosa dari kematian Yesus kurang nampak dan yang lebih nampak adalah aspek pemuliaan dari Yesus dalam peristiwa salib itu (Yoh 1:29, 36; 3:14-16; 10:14-18; 11:50-52). Penulis meminjam eskatologis futuristik dari Injil Yohanes (Yoh 5:25-29; 6:44) dan menggunakannya kembali untuk menujuk kepada orang yang mengaku dalam persekutuan dengan Yesus, namun tindakan moral mereka tidak layak dan menyebut orang yang demikian tersebut sebagai Anti Kristus yang akan datang pada hari-hari akhir dunia (1 Yoh 2:18; 3:2).

Rabu, 22 Agustus 2012

Membengkokkan Air

Nasrudin merasa amat haus. Setelah itu, wajahnya tampak berseri-seri, begitu melihat sebuah pipa air di seberang jalan. Tapi pada ujung pipa, tempat keluarnya air ditutup oleh potongan kayu. Sambil meletakkan mulutnya yang terbuka ke dekat penutup itu, ditariknya sumbat kayu dengan sekuat tenaga. Lalu air menyembur teramat kerasnya sehingga membuat Nasrudin terjatuh.
"Oh!" teriak Nasrudin, "itu yang menyebabkan mereka menutupmu. Dan ternyata sampai sekarang pun engkau belum juga bisa belajar dari pengalaman!"[1]
Memang lebih mudah membelokan jalannya air dari pada membuat manusia belajar dari pengalaman dan mengubah jalan hidupnya. Namun jangan lupa “Hati raja seperti batang air di dalam tangan TUHAN, dialirkan-Nya ke mana Ia ingini.” Amsal 21:1


[1] Humor Sufi III, Penerbit Pustaka Firdaus, Jakarta, h. 10

Selasa, 21 Agustus 2012

Ke-Maha Kuasa-an Allah

Ezra 1:1-2 (Bahan renungan GKP Rabu, 22 Agustus 2012)
1 Pada tahun pertama zaman Koresh, raja negeri Persia, TUHAN menggerakkan hati Koresh, raja Persia itu untuk menggenapkan firman yang diucapkan oleh Yeremia, sehingga disiarkan di seluruh kerajaan Koresh secara lisan dan tulisan pengumuman ini:
2  "Beginilah perintah Koresh, raja Persia: Segala kerajaan di bumi telah dikaruniakan kepadaku oleh TUHAN, Allah semesta langit. Ia menugaskan aku untuk mendirikan rumah bagi-Nya di Yerusalem, yang terletak di Yehuda. 
Pengulangan Keputusan Cyrus pada akhir Kitab Tawarikh (36:22-23) dan pada awal Kitab Ezra (1:1-3) merupakan isu penting dalam perdebatan mengenai hubungan antara Kitab Tawarikh dan Kitab Ezra-Nehemia. Dari data yang sama dapat digunakan untuk argumen yang berlawanan: di satu sisi, pengulangan dipandang sebagai kesengajaan menulis ulang untuk melestarikan hubungan yang ada sebelum pada jaman yang kemudian Kitab Tawarikh dipisahkan dari Kitab Ezra; sedangkan pandangan yang lain menganggap pengulangan sengaja ditulis untuk menyatukan dua dokumen yang pada awalnya terpisah. Williamson[1] menganggap Kitab Tawarikh yang berakhir tiba-tiba dengan ויעל “biarlah ia berangkat pulang” sebagai sebuah akhir yang tidak wajar untuk Kitab Tawarikh. Sebenarnya bila Kitab Tawarikh berakhir pada pasal 36:21 justru bisa memberikan akhir yang memuaskan untuk kitab tersebut.
Penulis Alkitab, bagaimanapun, adalah tidak hanya berkaitan dengan fakta-fakta sejarah eksternal, namun yang lebih menarik bagi mereka adalah pemeliharaan dan tujuan ilahi dalam sejarah mereka. Dengan demikian penulis kitab ini melihat dengan mata iman ketika ia Koresh  mengeluarkan perintah tersebut.  Ini sesuai dengan nubuatan Yeremia dalam Yeremia 25:11-12 “Maka seluruh negeri ini akan menjadi reruntuhan dan ketandusan, dan bangsa-bangsa ini akan menjadi hamba kepada raja Babel tujuh puluh tahun lamanya.  Kemudian sesudah genap ketujuh puluh tahun itu, demikianlah firman TUHAN, maka Aku akan melakukan pembalasan kepada raja Babel dan kepada bangsa itu oleh karena kesalahan mereka, juga kepada negeri orang-orang Kasdim, dengan membuatnya menjadi tempat-tempat yang tandus untuk selama-lamanya.” Dan Yeremia 29:10 “Sebab beginilah firman TUHAN: Apabila telah genap tujuh puluh tahun bagi Babel, barulah Aku memperhatikan kamu. Aku akan menepati janji-Ku itu kepadamu dengan mengembalikan kamu ke tempat ini.” Namun kalau kita melihat dalam konteks waktu peristiwa terjadinya, mungkin yang lebih tepat adalah nubuatan Yesaya yang mengatakan bahwa Allah akan menggerakan roh Koresh yang akan memanggil kembali orang Israel dan memerintahkan untuk pembangunan Bait Allah. Misalkan dalam Yesaya 41:2 “Siapakah yang menggerakkan dia dari timur, menggerakkan dia yang mendapat kemenangan di setiap langkahnya, yang menaklukkan bangsa-bangsa ke depannya dan menurunkan raja-raja? Pedangnya membuat mereka seperti debu dan panahnya membuat mereka seperti jerami yang tertiup.”, Yesaya 41:25 “Aku telah menggerakkan seorang dari utara dan ia telah datang, dari sebelah matahari terbit Aku telah memanggil dia dengan namanya. Seperti tukang periuk menginjak-injak tanah liat, demikian dia akan menginjak-injak penguasa-penguasa seperti lumpur.”, Yesaya 44:28 “Akulah yang berkata tentang Koresh: Dia gembala-Ku; segala kehendak-Ku akan digenapinya dengan mengatakan tentang Yerusalem: Baiklah ia dibangun! dan tentang Bait Suci: Baiklah diletakkan dasarnya!”, Yesaya 45:1 “Beginilah firman TUHAN: "Inilah firman-Ku kepada orang yang Kuurapi, kepada Koresh yang tangan kanannya Kupegang supaya Aku menundukkan bangsa-bangsa di depannya dan melucuti raja-raja, supaya Aku membuka pintu-pintu di depannya dan supaya pintu-pintu gerbang tidak tinggal tertutup:”, dan nubuatan yang paling mengejutkan dalam Yesaya 45:13 “Akulah yang menggerakkan Koresh untuk maksud penyelamatan, dan Aku akan meratakan segala jalannya; dialah yang akan membangun kota-Ku dan yang akan melepaskan orang-orang-Ku yang ada dalam pembuangan, tanpa bayaran dan tanpa suap," firman TUHAN semesta alam.”
Dalam perspektif iman, tujuan Allah dalam membangkitkan Koresh untuk menghancurkan Babel adalah untuk memastikan bahwa bait suci di Yerusalem bisa dibangun kembali dan orang-orang buangan dapat kembali ke tanah air mereka. Dengan cara ini penulis kitab ini menganggap seluruh kemenangan Koresh adalah bagian dari kehendak Allah bagi umat-Nya yang saat itu ada di pembuangan
Di luar Alkitab, sebutan Raja Persia untuk Koresh tidak ditemukan. Yang juga jadi pertanyaan adalah bagaimana Koresh mengenal nama Allah sebagai “TUHAN (YAHWEH) Allah semesta langit”. Namun memang ada kebijakan dari Raja-Raja Akememit untuk menggunakan nama-nama Dewa yang dikenal oleh daerah jajahannya, namun bukan berarti mereka percaya dan menjadi penganut kepercayaan dari agama-agama tersebut.  
Hal yang menarik adalah bahwa Bait Allah, baik yang pertama ketika dibangun oleh Raja Salomo dan yang kedua dalam peristiwa pembangunan kembali ini, semuanya dibangun sebagian dengan dana yang disediakan dari negara-negara lain yang tidak percaya Allah. Perintah Koresh untuk membangun kembali Bait Allah mencakup tidak hanya kembalinya alat yang diambil dari Bait Allah oleh tentara Nebukadnezar, tetapi juga dana dari kas negara Persia (Ezra 6:4-5; cf Yes 44:28;. 45 : 13). Ada sebuah Keluaran yang baru saat ini. Bukan dengan Allah yang memaksa seorang Firaun yang enggan, tetapi karena Allah menggerakan hati seorang raja Persia. Umat Allah sekali lagi akan bebas dan membangun Bait Allah yang kudus. Amsal 21:1 “Hati raja seperti batang air di dalam tangan TUHAN, dialirkan-Nya ke mana Ia ingini.” Kita menemukan bahwa Allah kita adalah Allah yang berkuasa.
Yeremia 32:27 “Sesungguhnya, Akulah TUHAN, Allah segala makhluk; adakah sesuatu apapun yang mustahil untuk-Ku? Allah yang bersabda maka segala sesuatu menjadi ada adalah penolong kita. Firman yang terus-menerus menopang semua yang ada, untuk menjaga partikel atom yang membentuk diri kita kacau balau dan berlarian kesana kemari, itu hidup di dalam diri kita. Roh yang melayang di atas permukaan samudra raya sebelum molekul pertama terbentuk adalah pemandu kita.
Tidak ada masalah yang kita hadapi melebihi kemampuan Allah Tritunggal untuk mengatasinya. Tidak ada yang terlalu sulit bagi-Nya. Dalam saat-saat kelemahan kita, jangan memaksakan diri untuk mengandalkan kekuatan dan kemampuan kita sendiri. Serahkan diri kepada-Nya, akui ketergantungan total kita kepada kasih karunia-Nya yang penuh kasih dan kemudian sabar menunggu Dia untuk campur tangan dalam hidup kita.
Kekuasaan-Nya mampu mengubah hati orang-orang yang menentang kita, mengubah keadaan yang kita hadapi atau membuat roh jahat untuk melarikan diri. Tidak ada yang begitu besar sehingga Cinta Ilahi belum kalahkan itu demi kita. Jangan resah atas kesulitan kita. Tujuan akhir dari segala sesuatu dalam hidup kita adalah kebaikan, karena kebaikan adalah jalan ilahi yang kita jalani dan tujuan akhir yang akan kita capai.


[1] Dalam H. G. M. Williamson, Israel in the Books of Chronicles (London: Cambridge UP, 1977) or Interpretation: A Bible Commentary for Teaching and PreachingDillard, R. B. (2002). Vol. 15: Word Biblical Commentary  : 2 Chronicles. Word Biblical Commentary. Dallas: Word, Incorporated, h. 9.

Sabtu, 18 Agustus 2012

Kenapa Manusia Taat?

Bahan : Ulangan 2:26-37 (Bahan Renungan GKP Minggu, 19 Agustus 2012)
26  "Kemudian aku menyuruh utusan dari padang gurun Kedemot kepada Sihon, raja Hesybon, menyampaikan pesan perdamaian, bunyinya:
27  Izinkanlah aku berjalan melalui negerimu. Aku akan tetap berjalan mengikuti jalan raya, dengan tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri.
28  Juallah makanan kepadaku dengan bayaran uang, supaya aku dapat makan, dan berikanlah air kepadaku ganti uang, supaya aku dapat minum; hanya izinkanlah aku lewat dengan berjalan kaki — 
29  seperti yang diperbuat kepadaku oleh bani Esau yang diam di Seir dan oleh orang Moab yang diam di Ar — sampai aku menyeberangi sungai Yordan pergi ke negeri yang diberikan kepada kami oleh TUHAN, Allah kami.
30  Tetapi Sihon, raja Hesybon, tidak mau memberi kita berjalan melalui daerahnya, sebab TUHAN, Allahmu, membuat dia keras kepala dan tegar hati, dengan maksud menyerahkan dia ke dalam tanganmu, seperti yang terjadi sekarang ini.
31  Lalu TUHAN berfirman kepadaku: Ketahuilah, Aku mulai menyerahkan Sihon dan negerinya kepadamu. Mulailah menduduki negerinya supaya menjadi milikmu.
32  Kemudian Sihon dan seluruh tentaranya maju mendatangi kita, untuk berperang dekat Yahas,
33  tetapi TUHAN, Allah kita, menyerahkan dia kepada kita, sehingga kita mengalahkan dia dengan anak-anaknya dan seluruh tentaranya.
34  Pada waktu itu kita merebut segala kotanya dan menumpas penduduk setiap kota: laki-laki dan perempuan serta anak-anak. Tidak ada seorangpun yang kita biarkan terluput;
35  hanya hewan kita rampas bagi kita sendiri, seperti juga jarahan dari kota-kota yang telah kita rebut.
36  Mulai dari Aroer, di tepi sungai Arnon, dan kota di lembah itu, sampai Gilead tidak ada kota yang bentengnya terlalu kuat bagi kita; sebab TUHAN, Allah kita, menyerahkan semuanya kepada kita.
37  Hanya negeri bani Amon tidak engkau dekati, baik sungai Yabok sepanjang tepinya maupun kota-kota di pegunungan, tepat seperti yang dilarang TUHAN, Allah kita."
Dalam kisah Alkitab, Musa tidak hanya membawa umat Israel keluar dari Mesir, namun ia juga memimpin penaklukan daerah seberang Yordan. Pada bagian ini yang menjadi fokus adalah bagian pertama dari Perang Suci Allah. Ini adalah perang suci Allah, dan seluruh Israel, dalam masa lalu dan masa akan datang, akan memiliki bagian dalam perang ini.
Struktur ayat 2:26-3:11 berfokus pada peran Allah dalam penaklukan kerajaan Sihon, dari Arnon sampai Yabok. Jelas sekali Allah-lah yang memerintahkan baik Musa (ayat 31) dan yang menyerahkan Sihon kepada orang Israel (ayat 33).
Banyak yang telah dikatakan tentang ketidakjelasan dari refleksi Ibrani kuno tentang hubungan antara kebebasan manusia dan kedaulatan ilahi. Jika Allah bertanggung jawab untuk "pengeras kepala-an" Sihon dan "ketegaran hatinya," bagaimana bisa Sihon, dimintai pertanggungjawaban atas tindakannya? Salah satu solusinya adalah dengan setuju pada Craigie ([1976] h. 116), bahwa Pada dasarnya "manusia adalah bebas dan bertanggung jawab dalam tindakan, tetapi tindakan semua manusia harus dilihat dalam sejarah, dan Tuhan adalah Tuhan dari sejarah." tingkat rasional posisi ini tidak diragukan lagi benar, paling tidak secara prinsip, tapi gagal untuk mengenali kedalaman pemahaman intuitif orang Ibrani kuno.
Salah satu pelajaran utama dari kitab Yunus adalah bahwa kebebasan manusia tidak seperti apa tampaknya. Yunus pikir dia bebas untuk "melarikan diri dari hadapan YHWH" (Yunus 1:3). Di satu sisi ia mencapai tujuan tersebut ketika ia jatuh ke kedalaman, “jauh dari kehadiran(Allah)”  (2:4). Tapi saat ia "turun" ke akhirat, dengan siapa dia bertemu? YHWH sendiri membawa dia keluar dari lubang tersebut dalam keadaan hidup-hidup (2:6). Yunus tidak sebebas yang dia bayangkan untuk tidak mematuhi YHWH. Laksana anjing pencari dari surga, YHWH terus mengejar mangsanya sampai Yunus akhirnya sampai ke kesadaran batin akan kehadiran Allah. Cerita Yunus [adalah] sebuah metafora yang kuat untuk kisah eksodus, yang pada gilirannya adalah metafora untuk perjalanan kehidupan seorang individu hari ini.
Ada batas yang terhadap kebebasan manusia untuk melakukan apa yang ingin mereka pilih. Sering ada kekuatan internal, atau apa yang kadang disebut sebagai "ke-kompleks-an", dari banyak sekali hal yang terlibat dalam membentuk respon dan tindakan kita, lebih banyak dari yang kita kira. Kita jarang benar-benar bebas untuk melakukan atau menjadi apa yang kita inginkan. Paulus berbicara tentang kekuatan-kekuatan batin ketika ia mengatakan bahwa “Demikianlah aku dapati hukum ini: jika aku menghendaki berbuat apa yang baik, yang jahat itu ada padaku.  Sebab di dalam batinku aku suka akan hukum Allah,  tetapi di dalam anggota-anggota tubuhku aku melihat hukum lain yang berjuang melawan hukum akal budiku dan membuat aku menjadi tawanan hukum dosa yang ada di dalam anggota-anggota tubuhku.” (Rm 7:21 -23).`
Allah bekerja dalam sejarah, tetapi ia juga bekerja dalam dan melalui pikiran bawah sadar, apa yang oleh orang Ibrani kuno disebut "hati." Ketika teks menegaskan bahwa YHWH "mengeras kepalakan" Sihon dan "menegarkan hatinya" (2:30), penulis menggambarkan kebenaran rohani yang mendalam. Seperti Firaun dalam peristiwa Keluaran, Sihon tidak bebas untuk bertindak dalam logika sederhana dan mengikuti ketertarikan terbaiknya. Sebaliknya, dengan sembrono mengabaikannya dan dengan demikian dia melakukan tindakan yang membawa kematiannya sendiri. Jika kita memiliki mata untuk melihat, kebanyakan dari kita bisa melihat diri kita dalam pribadi Sihon. Terlalu sering kita adalah musuh kita sendiri terburuk, karena kita tidak sebenarnya bebas untuk bertindak atas keinginan sadar kita.
Orang Yunani kuno mengeksplorasi fenomena ini secara mendalam dalam sastra dan mitologi. Oedipus tidak bisa melarikan diri dari keharusan membunuh ayahnya sendiri, yang oleh para dewa telah dikatakan harus terjadi. Kekuatan "sejarah" bekerja tanpa henti untuk mewujudkan takdirnya. Apakah hal itu berbeda dari Sihon, atau dengan salah satu dari kita yang bangga tentang apa yang sepertinya adalah kebebasan kita? Kita tidak pernah benar-benar bebas sampai pikiran sadar kita dibawa ke dalam keselarasan dengan "hati" (pikiran bawah sadar), di mana Allah dapat ditemukan. Seperti kereta kecil dari cerita anak-anak, yang sangat ingin bebas dengan melompat keluar dari trek, pengejaran kita kebebasan sering merusak diri sendiri.

Selasa, 07 Agustus 2012

Keduanya benar

Apakah perempuan ini berputar searah atau berlawanan jarum jam? sebenarnya bukan dua-nya, namun anda dapat memilih mana yang menurut anda benar. Tapi tidak usah ngotot membela pendapat anda yah!

Orang yang Tuhan Gunakan

Banyak orang percaya berdoa kepada Tuhan untuk membuat mereka kuat. Sepertinya hal itu adalah hal yang benar untuk dilakukan dan banyak orang Kristen berdoa seperti itu sekarang. Kenyataan dari hal ini adalah sebenarnya kebanyakan dari kita sudah terlalu kuat. Bahkan, banyak orang yang bangga pada diri mereka sendiri atas kesungguh-sungguhan niat mereka untuk menjalani "kehidupan Kristen." Adalah benar-benar berita baik ketika kita menyadari bahwa Tuhan tidak mengharapkan kita untuk menjadi lebih kuat. Bapamu ingin agar kita dapat mengenali kelemahan kita, karena tepat ketika kita sampai pada akhir dari kepercayaan pada kekuatan diri kita sendiri, kita akan melihat kelemahan kita, saat itulah dimana Kristus dapat mengambil hidup kita dan mengekspresikan diriNya melalui kita.
Lihatlah hal tersebut dalam Alkitab anda sendiri. Dalam 1 Korintus 1:27, Alkitab mengatakan bahwa Allah telah memilih yang lemah, bukan yang kuat. Pandangan dunia mengatakan bahwa kita harus lebih kuat, namun fakta Alkitab adalah bahwa kita harus tanpa malu-malu mengakui kelemahan kami.
Dalam 2 Korintus 12:9, Rasul Paulus mengatakan bahwa Tuhan berkata padanya, "Kasih karuniaKu cukup untuk Anda, untuk daya sempurna dalam kelemahan." Mengingat kenyataan bahwa, Paulus melanjutkan dengan mengatakan, "Sebagian dengan senang hati karena itu saya akan agak membual tentang kelemahan saya, sehingga kuasa Kristus dapat tinggal di dalam Aku."
Tuhan berkata kepada Paulus, "cukupkanlah dirimu dengan Kasih karuniaKu." Dia tidak membutuhkan kekuatan Anda atau saya. Gagasan bahwa kita harus berdoa untuk Tuhan untuk membuat kita lebih kuat adalah tidak Alkitabiah. Kita perlu merangkul kelemahan kita dan menyadari bahwa Tuhan sangat suka dalam menggunakan orang-orang lemah yang bersedia untuk mengakui bahwa kita tidak memiliki apa yang diperlukan untuk menjalani gaya hidup yang menghormati dia. Ketika kita menyerahkan diri kita, kelemahan dan semua dari diri kita, ke tangannya, maka kekuatan-Nya, akan diaktifkan melalui hidup kita, dan itu adalah kehidupan Kristus yang terlihat, dan kehidupan-Nya yang diungkapkan, dan bukan kemauan kita sendiri dan tekad belaka.
Anda mungkin melihat orang Kristen yang tampaknya memiliki semuanya dan tampaknya sangat kuat. Biarkan saya meyakinkan Anda bahwa Anda tidak tahu apa yang terjadi dalam pikiran mereka sendiri dan kehidupan mereka. Percayalah, jika mereka berpikir bahwa mereka kuat dan memiliki semuanya, mereka arogan. Mereka yang paling digunakan oleh-Nya adalah mereka yang tahu bahwa selain dari-Nya mereka tak dapat melakukan apa-apa. Jadi jika Anda melihat diri Anda lemah, Anda persis seperti orang yang karena Dia Yesus akan menyatakan hidupNya. Bahkan, Dia mencari orang-orang seperti Anda - orang yang tahu mereka tidak memiliki kesempatan bila terpisah dari pemberdayaan ilahi-Nya.

Jumat, 03 Agustus 2012

Injil Yang Menjadi Kabar Buruk!

Mungkin aspek terburuk dari khotbah legalistik adalah cara mereka memadamkan Injil Yesus Kristus. Injil artinya "kabar baik" dan itu berarti menjadi kabar baik entah itu ketika kita memasuki keselamatan atau cara hidup kita setelah menjadi seorang Kristen. Kita hanya bisa menjalankan hidup dengan cara yang sama dengan cara kita memasukinya, yaitu dengan mempercayai Kristus.
Paulus menulis kepada orang Kristen Galatia untuk mengatasi masalah bagaimana kita harus bertindak dalam menjalani kehidupan Kristen. Beberapa orang berpikir Surat Galatia ditulis untuk membela kebenaran keselamatan oleh kasih karunia dan bukan oleh perbuatan. Itu menjadi alasan kitab ini ditulis. Jemaat Galatia sudah Kristen. Bagaimana mungkin mereka bingung tentang apa artinya? Kebingungan mereka adalah tentang bagaimana menjalani kehidupan Kristen ketika sekarang mereka menjadi orang beriman.
Sekelompok Yahudi disana telah datang ke dalam gereja mengatakan bahwa orang-orang kudus, sementara mereka memang telah diselamatkan dan dalam perjalanan ke surga, mereka harus melakukan bagian mereka untuk sementara. Bagian mereka, menurut kaum legalis ini, mulai dengan disunat.
Paulus menulis untuk gereja itu dan menyebut mereka bodoh (lihat Galatia 3:1), karena percaya pada kebodohan yang seperti itu. Dia bertanya, "Adakah kamu sebodoh itu? Kamu telah mulai dengan Roh, maukah kamu sekarang mengakhirinya di dalam daging? Sia-siakah semua yang telah kamu alami sebanyak itu? Masakan sia-sia!  Jadi bagaimana sekarang, apakah Ia yang menganugerahkan Roh kepada kamu dengan berlimpah-limpah dan yang melakukan mujizat di antara kamu, berbuat demikian karena kamu melakukan hukum Taurat atau karena kamu percaya kepada pemberitaan Injil?" (Anda dapat membaca tantangan dari Paulus dalam Galatia 3:3-5.)
Injil adalah berita fantastis bahwa Anda dan saya telah menjadi orang benar karena apa yang telah dilakukan Kristus. Kita tidak perlu melakukan apapun - hanya percaya! Paulus menulis dalam Roma 1:16-17 bahwa Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan, dan bahwa di dalamnya kebenaran Allah nyata. Bagi siapa pun yang mengabarkan bahwa ada sesuatu yang harus kita lakukan sebelum atau setelah kita menjadi orang Kristen agar benar adalah memadamkan Injil Yesus Kristus yang murni dan menghina pekerjaanNya yang sempurna di kayu salib. Kebenaran Allah adalah hadiah, bukan tujuan yang kita miliki dalam hidup. (Lihat Roma 5:17)
Ketika kita berpikir bahwa kita bisa menjadi lebih benar dengan melakukan semua "hal yang benar" adalah "meniadakan kasih karunia Allah," menurut Rasul Paulus dalam Galatia 2:21. Bahkan Paulus mengatakan bahwa seseorang membuat diri Kristus sendiri tidak bermakna dengan berpikir bahwa apa yang kita lakukan ada hubungannya dengan Injil sama sekali. (Lihat Galatia 5:4)
Lain kali Anda mendengar seorang pengkhotbah mengatakan bahwa ada sesuatu yang perlu Anda lakukan untuk menjadi lebih benar, saya berharap alarm berbunyi di hati Anda. Tidak semua orang yang mengatakan mereka percaya Alkitab yang memberitakan kabar baik. Kaum Legalisme menyampaikan pemahamnnya secara sangat halus sekali. Ingat bahwa Injil yang tidak murni adalah Injil tercemar, dan bukanlah injil (kabar baik) sama sekali. Jangan percaya pada suatu injil yang dipadamkan yang dikhotbahkan oleh mereka yang mengaku percaya Alkitab.
Injil adalah kabar baik bahwa Anda adalah 100% benar karena apa yang telah Dia lakukan, bukan karena apa pun yang Anda perlu lakukan. Anda tidak harus melakukan apapun. Anda akan menemukan bahwa Anda ingin melakukan beberapa hal, tapi itu adalah cerita yang berbeda sama sekali.

Di Manakah Allah Sekarang?

Saya mendengar tentang dua mahasiswa yang menjadi anggota tim sepak bola hendak menggunakan seekor kambing sebagai maskot baru sekolah mereka. Ada banyak perdebatan di antara mahasiswa tentang di mana kambing itu akan tinggal. Salah satu mahasiswa berkata kepada temannya, "Mengapa kita tidak biarkan kambing itu tinggal di kamar asrama kita?"
"Bagaimana dengan baunya?" Tanya yang lain.
"Nanti juga kambing jantan itu akan terbiasa dengan baunya," jawab yang pertama.
Kambing mungkin terbiasa hidup di kotoran, tetapi Tuhan tidak akan tinggal di tempat yang tidak bersih. Di mana Allah tinggal hari ini?
1 Korintus 3:16-17 mengatakan, "Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu? Jika ada orang yang membinasakan bait Allah, maka Allah akan membinasakan dia. Sebab bait Allah adalah kudus dan bait Allah itu ialah kamu."
Dalam Perjanjian Lama, Tuhan tinggal di tempat yang kudus. Sungguh tempat suci yang tak seorang pun diizinkan masuk kecuali Imam Besar, yang hanya masuk satu kali setiap tahun pada Hari Raya Pendamaian. Untuk memasuki Tempat Kudus, Imam diperintahkan agar sesuai dengan instruksi cermat rinci tentang bagaimana ia mendekati kediaman Allah yang Kudus (Lihat Imamat 16). Dia diminta untuk mengikuti proses pemurnian dan memakai pakaian suci sebelum memasuki tempat di mana Allah tinggal. Jika orang yang tidak berhak atau haram memasuki kediaman Allah, kematian langsung adalah hasilnya.
Perjanjian Baru mengungkapkan bahwa Allah telah pindah dari mana Dia dulu tinggal. Dia tidak tinggal di lingkungan lama lagi. Dia telah membangun sebuah rumah baru di mana Dia sekarang tinggal. Rumah itu adalah Orang Kristen (lihat 1 Petrus 2:5). Dia telah mengambil tempat tinggal permanen di dalam orang percaya. Dalam 1 Korintus 3:16-17, Paulus menyatakan dengan yakin bahwa orang Kristen adalah kudus dan dengan berani menegaskan tiga fakta dasar: (1) Anda adalah bait Allah. (2) Bait Allah itu kudus. (3) Anda adalah kudus. Menyangkal kebenaran kekudusan orang percaya dalam Kristus adalah untuk benar-benar menolak perikop Kitab Suci.
Apakah Anda percaya Alkitab? Alkitab membuat jelas bahwa tidak perlu berdoa agar Tuhan memberikan kesucian Kristen. Orang yang berada di Adam adalah tidak kudus, tetapi orang itu sudah mati bersama dengan Kristus. Kita telah diberi hidup baru dalam Kristus dan dengan itu datang berkat kekudusan. "Sebab, jika oleh dosa satu orang (Adam), maut telah berkuasa oleh satu orang itu, maka lebih benar lagi mereka, yang telah menerima kelimpahan kasih karunia dan anugerah kebenaran, akan hidup dan berkuasa oleh karena satu orang itu, yaitu Yesus Kristus." (Roma 5:17) . Kebenaran kita adalah hadiah! Anda dapat tahu Anda adalah kudus sekarang karena Alkitab mengatakan demikian (Lihat 2 Korintus 5:21; Efesus 4:24, Roma 5:19).